Sabtu, 08 Agustus 2015

Doktrin Kedatangan Yesus Kembali



Doktrin Kedatangan Yesus Kembali
Oleh: Junior Natan Silalahi

Teologi Liberal
Kerajaan Allah bukan sesuatu yang terjadi pada masa datang yang bersifat supernatural, tetapi sudah terjadi sekarang melalui penerapan prinsip-prinsip etika Yesus di dalam kehidupan manusia. Konsep kedatangan Kristus kembali untuk mengangkat gereja dan memerintah dalam Kerajaan Millenium di bumi tidak ditemukan dalam eskatologi kaum Liberal. Friedrick Schleiermacher (1763-1834) teolog Jerman, Theology of Feeling (Teologi Perasaan) menyatakan bahwa agama tidak ditemukan dalam doktrin filosofis, tetapi diperoleh di dalam perasaan atau kesadaran di mana seseorang mengalami atau menyadari akan kehadiran Allah melalui perbuatan yang baik. Objek agama ialah “semuanya”, sedangkan sifat agama adalah “kesadaran ketergantungan absolut”.
Albert Ritschl (1822-1889) teolog Jerman, agama tidak bersifat teoritis. Menolak doktrin tentang kebenaran seperti dosa awal, inkarnasi, keilahian Kristus, mujizat, kebangkitan Kristus, dan kebangkitan tubuh pada akhir zaman. Kematian Kristus tidak memperdamaikan manusia dengan Allah, karakter dan moral Yesus perlu diteladani.
Adolph von Harnack 1851-130) teolog Jerman, Yesus tidak pernah mengakui bahwa diri-Nya ilahi. Menolak fenomena supernatural seperti mujizat dan keajaiban lain.
Horace Bushnell (1802-1876) teolog Amerika, menentang dosa asal, menolak pengilhaman Alkitab, menolak keilahian Kristus. Namun mendukung teori keteladanan kematian dan moral baik Kristus. Melalui karyanya berjudul His Vicarious, bapa teologi liberal Amerika ini menggabungkan kesadaran tentang tragedi perang dengan refleksi kehidupan nyata yang ada pada karya Kristus.
Walter Rauschenbusch (1861-1918), pastor gereja Baptis sekaligus sebagai bapa ajaran Social Gospel (Injil Sosial). Berita Injil yang dimaksud bukan berita tentang keselamatan kekal, melainkan mengenai keteladanan etika dan kasih Yesus dipandang sebagai solusi bagi permasalahan sosial masyarakat. Inti dari ajaran teologi liberal di atas mempengaruhi teologi pembebasan.

AMILLENNIALISME
Terdapat 3 pandangan mengenai doktrin eskatologi: amillennialisme, postmillennialisme, dan premillennialisme. Istilah “millennium” berasal dari kata Latin, mille, yang artinya “seribu”. Dalam konteks teologi istilah tersebut mengacu pada pengertian Kerajaan Seribu Tahun.

Sejarah Lahirnya Amillennialisme
Hingga masa Origenes (185-254), sistem dan prinsip penafsiran yang berlaku bersifat literal. Hal ini menyebabkan bapa-bapa gereja menjadi penganut pandangan premillennialisme dan mengharapkan kedatangan Kristus yang kedua untuk mendirikan Kerajaan Sorga di bumi. Akan tetapi, dimulai dari Origenes menggunakan prinsip penafsiran alegori dan merohanikan kerajaan literal yang akan datang dengan gereja yang terjadi sejak saat ini sejak zaman Adam. Dalam perkembangan teologi, Agustinus (354-430) muncul sebagai pelopor eskatologi amillennialisme.
Menurut pandangannya, Iblis saat ini sudah diikat, seiring dengan Kerajaan Seribu Tahun yang sudah dan sedang berlangsung secara rohani pada masa sekarang melalui gereja. Berbicara tentang amillennialisme sama halnya dengan membicarakan pandangan eskatologi Reformed karena pandangan eskatologi Reformed identik dengan amillennialisme. Menurut Agustinus dari Hippo, kitab Wahyu harus ditafsirkan secara alegoris. Dan metode penafsiran ini menjadi doktrin utama dari gereja abag pertengahan. Menolakak akan adanya Kerajaan Seribu Tahun secara literal yang akan didirikan oleh Kristus di bumi pada masa depan.
Sejarah amillennialisme dibagi 2 bagian penting. Pertama, pada kenyataannya tidak ada orang lain yang mencetuskan pandangan tersebut sebelum Agustinus. Sebelum dan sampai pada zaman Agustinus, gagasan amil masih menyatu dengan sejumlah aliran tertentu yang dihasilkan oleh sekolah teologi alegoris di Aleksandria yang tidak saja menentang premillennialisme, tetapi juga menolak sistem eksegesis Alkitab yang literal. Kedua, selama masa sebelum Agustinus, amill menjadi doktrin utama bagi gereja Katolik Roma dan diadopsi secara bervariasi oleh sejumlah penganut Protestan Reformasi dengan beberapa ajaran Agustinus.
Oswald T. Allis mengajarkan bahwa Kerajaan Millenium harus ditafsirkan secara rohani dan digenapi oleh gereja. Kerajaan Millenium harus dihubungkan dengan masa gereja sesuai dengan penafsiran Wahyu 20:1-6.
Menurut Agustinus, periode millenium sudah berakhir pada tahun 650 M, ditandai dengan terjadinya kejahatan serta peperangan besar-besaran yang selanjutnya diikuti dengan kedatangan Kristus yang kembali untuk menghakimi dunia. Namun 2 asumsi di atas hingga kini tidak digenapi. Sampai saat ini, iblis belum terbelenggu dan Kristus belum datang secara fisik untuk memerintah di bumi.
Salah satu tokoh utama ini adalah Louis Berkhof yang mengatakan bahwa dispensasi Kerajaan Allah masa kini akan diikuti dengan segera oleh Kerajaan Allah yang bersifat kekal dan tidak akan ada Kerajaan Allah dalam periode seribu tahun, sebab Wahyu 20 merupakan simbol dari zaman gereja yang sedang berlangsung kini. Saat ini, setan sudah diikat dan orang-orang percaya sudah dan sedang memerintah bersama dengan Kristus.

Dasar Alkitabiah Hermeneutik dan Pandangan Amillennialisme
Dasar prinsipil hermeneutik amillennialisme ialah pemberian prioritas tertinggi kepada Perjanjian Baru. Menyimpulkan bahwa janji-janji yang diberikan kepada Israel telah digenapi oleh gereja pada saat ini. Konsep dan persepsi doktrin demikianlah yang menyebabkan amillennialisme berseberangan pandangan dengan premillennialisme. Menganggap gereja adalah bangsa pilihan Allah yang baru, Israel baru. Kecenderungan untuk merohanikan sejumlah nubuat Perjanjian Lama. Seperti Martin J. Wyngaarden mengusulkan prinsip penafsiran PL dengan istilah The Old Testament Spiritual Interpretation, yaitu penafsiran yang merohanikan data-data atau nubuat PL.
Tokohnya seperti Munster meneruskan pandangan Agustinus. Demikian Luther dan John Calvin. Mereka menganut pengajaran gereja Katolik Roma yang mengikuti Agustinus.
Contoh tentang penafsiran atas Roma 11:26. Premill melihat teks itu menunjuk kepada pemilihan bangsa Israel secara eskatologis atau penyelamatan bangsa pilihan itu di masa depan. Tetapi, Amill menganggap ayat itu mengacu pada semua bangsa yang dipilih Allah, termasuk gereja dan sisa-sisa orang Yahudi atau remnant. Amill menyatakan bahwa Rom 11:26 tidak mengandung arti penggenapan eskatologis, tetapi membicarakan zaman sekarang. Sebab kata “demikian” dalam ayat itu menjelaskan sebuah “cara” dan bukan “waktu” penyelamatan Israel. Bangsa pilihan itu tidak diselamatkan setelah penyelamatan gereja, tapi jemaat dari segala abad dan sisa orang-orang pilihan akan dikumpulkan bersama-sama dengan bangsa Israel melalui pemberitaan Injil masa sekarang.
Berikut ini pandangan eskatologis amilliannisme:
Pertama, semua peristiwa di masa depan yang berhubungan dengan kedatangan Kristus yang kedua seperti: kebangkitan orang mati yang percaya dan orang mati yang menolak Yesus, pengadilan Kristus, Kerajaan Allah yang kekal, dan langit dan bumi yang baru, akan terjadi secara bersamaan pada saat Kristus datang kembali (Yoh 5:28-29; 1 Kor 15:5).
Kedua, pemulihan Israel sebagai bangsa terjadi sebelum kedatangan Kristus untuk mengangkat jemaat. di dalam Rom pasal 9-11, tidak ditemukan bukti bahwa pemulihan dan pengumpulan bangsa Israel ke tanah perjanjian akan terjadi dalam Kerajaan Millenium ketika Kristus memerintah sebagai Raja yang bertahta di Yerusalem, tidak juga pada zaman keemasan (golden age) dunia yang diikuti dengan perisiwa kedatangan Kristus di akhir zaman tersebut.
Ketiga, kaum amill menganggap bahwa Wahyu 20:4-6 merupakan penglihatan tentang pemerintahan orang Kristen bersama Yesus dalam kebahagiaan kekal setelah Kristus datang kembali untuk membangkitkan semua orang percaya dan yang tidak percaya secara serentak. Para martir pada ayat 4 merupakan simbol dari semua umat Allah. Ayat 5 tidaklah menerangkan tentang kebangkitan literal orang-orang yang mati di luar Kristus pada akhir Kerajaan Seribu Tahun, melainkan melukisan keadaan orang-orang tidak percaya yang tidak akan menikmati kebahagiaan kekal, seperti yang dialami oleh orang-orang percaya kepada Kristus.
John F. Walvoord juga menegaskan bahwa kaum Amill berpendapat bahwa 7 tahun terakhir dari 70 minggu itu sudah terjadi di dalam sejarah, yaitu ketika Yesus melayani di dunia. Tiga setengah tahun dari 7 tahun tersebut digenapi dalam pelayanan Yesus, selanjutnya di tengah 7 tahun itu Yesus disingkirkan atau disalibkan. Prinsip penafsiran yang non-literal dari kalangan amill juga terlihat dalam metode penafsiran kitab Wahyu secara “paralel progresif”, yaitu membagi kitab tersebut menjadi 7 bagian yang berkaitan satu dengan lainnya. Pasal 1-3 berhubungan dengan seluruh peristiwa yang terjadi pada abad yang pertama, pasal  4-7 menjelaskan penderitaan dan pencobaan yang dialami gereja, pasal 8-11 membicarakan perlindungan serta kemenangan gereja, pasal 12-14 menerangkan peristiwa kelahiran Yesus serta perlawanan yang dilakukan setan, pasal 15-16 menjelaskan murka Allah, pasal 17-19 penjelasan tentang kejatuhan final dari semua kekuatan dunia, dan 3 pasal terakhir menerangkan tentang kekalahan terakhir dari para musuh Kristus serta kemenangan akhir dari gereja dan Yesus.


POSTMILLENNIALISME
Ciri utama dokrin ini adalah pandangan bahwa gereja adalah alat untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia. Kehadiran Kristus yang kedua akan terjadi setelah Kerjaan Seribu Tahun. Masa Seribu Tahun tidak terjadi secra literal, tetapi merupakan waktu yang sangat panjang dan tidak terbatas hanya dalam periode waktu selama seribu tahun. Amanat Agung akan diberitakan ke seluruh dunia dan membuat hampir semua orang di dunia akan diselamatkan. Jika orang tidak percaya, Amanat Agung dianggap tidak efektif dan kuasa Allah tidak bekerja. Melalui program penginjilan, dunia akan semakin baik sehingga pada kondisi tertentu ketika dunia telah menjadi sempurna Kristus segera datang dan diikuti dengan terjadinya peristiwa kebangkitan dan penghakiman secara umum.

Sejarah Lahirnya Postmillennialisme
Didirikan pada abad 19 hingga awal abad 20 oleh tokoh: Charles Hodge, William Shedd, Warfield A.A. hodge, dan A.H. strong. Konsepnya menekankan pada zaman kekinian. Secara teologis Postmill menganggap bahwa Kerajaan Allah saat ini sedang terjadi mellaui pemberitaan Injil dan karya penyelamatan Roh Kudus di dalam hati setiap orang percaya sehingga pada suatu saat melalui masa yang panjang dunia dapat dikristenkan dan seluruh dunia akan dipenuhi oleh kedamaian dan kebenaran.dipopulerkan oleh Daniel Whitby hingga pada awal abad 20 dan berakhir pada perang dunia kedua.
Secara eskatologis, Postmill mengajarkan bahwa Kristus akan kembali ke bumi setelah dunia diperbaiki dan dipenuhi dengan kedamaian. Mengenai kebangkitan orang mati dan penghakiman, postmill setuju dengan pandangan amill yang mengatakan bahwa kebangkitan dan penghakiman orang mati yang percaya dan tidak percaya akan terjadi serentak ketika Kristus datang kedua kali pada akhir zaman.
Tokohnya Joachim 1135-1202), menguraikan konsep eksistensi Allah Tritunggal denikian: PL adalah zaman pertama ketika Bapa berkarya, PB adalah zaman kedua yaitu masa anugerah ketika Anak berkuasa, sedangkan periode yang dimulai tahun 1260 M hingga kini merupakan zaman ketiga yakni era Roh Kudus yang menyebabkan dunia pada akhirnya akan bertobat.
Kenneth L. Gentry menyatakan bahwa tokoh postmill, Robert B. Strimple mempercayai paham postmill karena menganggap bahwa “masa keemasan” penuh damai yang dinubuatkan dalam Yes 2:2-4 sudah dan sedang digenapi sekarang. Strimple percaya bahwa nubuat Mazmur 2 terjadi pada abad pertama. Segala sesuatu tang diungkapkan pada pasal tersebut sudah dan sedang terlaksana pada masa sekarang (Maz 2:8-11). Demikian juga, pemerintahan dan pengadilan Kristus atas para musuh-Nya yang dinubuatkan dalam 1 Kor 15:25 sudah dan sedang digenapi saat ini.

Hermeneutik Postmillennialisme
Pada umumnya postmill menerima pandangan premil dan sebaliknya menolakn paham amill yang memandang Wahyu 20 secara simbolis. Perbedaannya dengan premill ialah bahwa postmill menganggap penunggang kuda putih yang dijelaskan dalam Wahyu 19 menunjuk pada gambaran kemenangan Kristus atas para musuh-Nya melalui pemberitaan Injil yang telah dilakukan gereja masa kini. Sedangkan premill melihat figur penunggang kuda putih itu secara literal, yaitu menunjuk pada Kristus. Menurut postmill, teks itu tidak menjelaskan kedatangan Kristus yang kedua melainkan suatu perubahan rohani besar yang terjadi dalam sejarah gereja.


PREMILLENNIALISME
Prinsip Premill dapat dipahami dalam 2 dasar utama: pertama membedakan program Allah bagi Israel dan program Allah bagi gereja. Kedua, prinsip penafsiran literal pada Alkitab. Premill percaya bahwa gereja akan mengalami akan mengalami pengangkatan ketika Kristus datang di angkasa (1 Tes 4:13-18) sebelum masa tribulasi. Dalam masa tribulasi, Allah akan menghakimi bangsa-bangsa yang tidak percaya dan Israel yang tidak taat. Namun, Ia akan menyelamatkan kedua bangsa itu pada saat mereka percaya kepada Yesus di masa kesusahan tersebut (Why 6-19). Pada akhir masa tribulasi Kristus akan turun ke bumi untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun sesudah membelenggu setan (Why 20:1-6).
Sejarah lahirnya Premillennialisme
Jemaat mula-mula mempercayai akan adanya Kerajaan Seribu Tahun yang akan didirikan di bumi setelah kebangkitan orang mati. Paham eskatologi ini adalah premill, meskipun belum terbentuk secara sistematis. Buktinya melalui tulisan Papias meninggal th 155 M) yg menyatakan demikian. Yustinus Martir 110-165), juga berpendapat demikian. Tertullianus juga mengatakan adanya Kerajaan seribu Tahun di bumi yang akan dibangun oleh Allah sendiri setelah terjadi kebangkitan orang mati. Setelah KST berakhir, terjadilah penghancuran serta penghukuman terhadap dunia.
Pada abad 4 keyakinan demikian mulai pudar seiring dengan berakhirnya masa penganiayaan gereja. Ketika raka Konstantinus bertobat mengalami kedamaian. Seiring itu mulai bergesernya prinsip penafsiran Alkitab dari Literal kepada alegoris. Hal ini mengakibatkan penafsiran akan KST ditafsir secara alegoris (secara rohani). Tidak akan ada KST di bumi secara literal. Banyak berpendapat bhw iblis sudah dibelenggu dan pemerintahan orang saleh bersama Kristus (Why 20:1-4) saat ini sudah berlangsung sekarang. Tetapi pada abad 17 dan 18 pandangan premill hidup kembali, secara khusus dengan munculnya sejumlah gerakan premill yang dipelopori oleh Charles Wesley, Isaac Watts, bengel, Lange, Godet, Ellicot, Trench, Alford, serta kelompok Injili lainnya.
Dalam perkembangannya Premillennialisme terbagi 2 yaitu: Premillianniasme Dispensasional dan Premilliannisme Sejarah.

Premillianniasme Dispensasional
Dispensasional berasal dari kata Yunani, oikonomia, yang artinya penatalayanan (Luk 16:2-4; 1 Kor 9:17; Ef 1:10; 3:2; Kol 1:25, dan 1 Tim 1:4. Dalam Ef 1:10 Paulus menggunakan gagasan dispensasi guna mengungkapkan rencana Allah dalam mengatur serta mempersatukan di dalam Kristus segala sesuatu yang ada di sorga maupun di bumi. Menurut Paulus, penyatuan dan pengaturan tersebut akan direalisasikan dalam dispensasi Kerajaan Millenium. Dan dalam Yoh 1:17, Yohanes menjelaskan bahwa Hukum Taurat diberikan Allah melalui Musa, sedangkan anugerah dan kebenaran direalisasikan di dalam Kristus. Periode Musa sangat berbeda dengan zaman di bawah Kristus yang dikenal dengan dispensasi kasih anugerah.
Secara teologis dispensasi bermakna pengaturan terhadap wahyu progresif ilahi yang dinyatakan secara bertahap melalui periode tertentu.
John Nelson Darby 1800-1882) mensistematiskan sehingga terbentuk pandangan Premillennialisme Dispensasional. Susunannya terdiri dari: dispensasi Eden hingga air bah, dispensasi Nuh, dispensasi Abraham, dispensasi Israel meliputi: Hukum Taurat, para imam, dan raja-raja. dispensasi non-Yahudi, dan dispensasi Kerajaan Seribu Tahun. Secara akademis dipopulerkan oleh C.I. Scofield dalam dunia teologi Injili dan Kekristenan. Hal ini mempengatuhi seminari teologi di Amerika Serikat, seperti: Biola, Moody Bible Institute, Dallas Theological Seminary, dan Grace Theological Seminary.
Secara akademis teologi dispensasi diteruskan oleh Charles Ryrie, John Walvoord, J. Dwight Pentecost, dan Alva J. McClaim  dengan memberikan penekanan pada rapture yang terjadi sebelum masa tribulasi dan kedatangan Yesus ke bumi untuk mendirikan Kerajaan Millenium sesudah masa kesusahan.

Hermeneutik dan Pandangan Premillennialisme Dispensasional
Memegang prinsip penafsiran Literal Interpretation (penafsiran literal), dan sering disebut the principle of grammatical-historical, yaitu menekankan pemahaman dan pengertian literal dari masing-masing kata berdasarkan kebenaran gramatika serta fakta sejarah yang akurat. Disebut juga the normal interpretation.
Pemahamannya terhadap Israel dimana Allah memberikan janji yang tanpa syarat (unconditional covenant) kepada Abraham Kej 12:1-3). Israel bukanlah gereja. Israel adalah keturunan Yakub biologis. Israel tidak pernah dirohanikan menjadi gereja. Pandangan ini menyatakan bahwa Kristus akan kembali sebelum Kerajaan Millenium dan bahwa Ia akan memerintah dalam Kerajaan-Nya. Kerajaan Damai yang berlangsung selama seribu tahun tidak bisa dirohanikan dengan alasan apapun. Kerajaan Sorga memang saat ini sudah mulai terjadi secara rohani melalui gereja (Rm 14:17), dalam kuasa pelayanan Mesias pada kedatangan-Nya pertama, namun pemenuhan kerajaan tersebut secara fisik serta realisasinya secara sempurna akan terjadi di dalam Kerajaan Millenium yang akan datang.
Kedatangan Kristus  ke bumi akan terjadi secara literal dengan tubuh fisik sebelum Kerajaan Seribu Tahun didirikan (Kis 1:11). Dalam kerajaan tersebut, janji-janji kepada Israel akan digenapi secara literal selama seribu tahun. Setelah itu, Kristus akan menyerahkan Kerajaan-Nya kepada Bapa untuk seterusnya memasuki Kerajaan Kekal (1 kor 15:24-25).

Premillennialisme Sejarah
Pelopor utamanya adalah George Eldon Ladd (pertengahan abad 20) dan J. Barton Payne. Perbedaan pokok yang ada pada kedua pandangan tersebut terletak pada sistem hermeneutik dalam upaya menafsirkan beberapa nubuat.

Hermeneutik dan Pandangan Premillennialisme Sejarah
Metode penafsiran literal tidak selamanya harus diterapkan secara konsisten. Metodenya ialah sistem penafsiran rohani (spiritualizing hermeneutic).  Bahwa perbedaan Israel dan gereja tidak perlu terlalu dipertahankan. Ladd mengatakan bahwa Yesaya 53 bukan merupakan nubuat tentang Mesias. Gereja adalah Israel rohani. Aplikasi Yer 31:33-44 dalam PB menunjuk pada gereja sebagaimana diterangkan dlm Roma 2:28-29; 4:11, 16 dan Gal 3:7, 29. Wahyu 20:4-5 sesungguhnya menjelaskan tentang kebangkitan semua orang percaya dari segala zaman. Dengan demikian tidak ada pemisahan anatara kebangkitan gereja dengan kebangkitan orang suci di PL. Sedangkan kebangkitan orang yang tidak percaya dari segala zaman akan terjadi setelah Kerajaan Seribu Tahun berakhir.
Premill Sejarah mengajarkan bahwa Kerajaan Millenium bukan dimulai pada saat yang akan datang, tetapi sudah diawali sekarang ini dari sorga. Saat ini Ia duduk di sebelah kanan Allah sebagai Raja Mesianik. Filipi 2:5-10 dan KPR 2:34-35 memberi indikasi bahwa tahta Daud telah dipindahkan dari Yerusalem ke sorga. Paham ini juga meyakini bahwa kerajaan Mesianik tidak saja terjadi dalam Kerajaan Millenium, tetapi juga dalam sejarah. Bahwakn, Kristus sudah memulai pemerintahan Mesianik-Nya sejak peristiwa bersejarah, yaitu pada saat kebangkitan hingga kenaikan-Nya. Sebab itu, pandangan ini disebut premillennialisme sejarah.
Di sisi lain, premill sejarah juga menerima pandangan postribulasi yang meyakini bahwa gereja akan masuk ke dalam masa tibulasi, seperti diketahui dari PL dan PB berkenaan dengan kesusahan yang telah dan sedang dialami oleh orang-orang percaya selama ini. (Yoh 16:33; Kis 14:22; Why 1:9). Penganiayaan yang dialami gereja saat ini akan terus berlangsung hingga pada puncaknya. Gereja akan dilindungi oleh Allah di dalam masa tribulasi (Why 3:10; 7:14). Dengan demikian penganut premill sejarah meyakini bahwa rapture akan terjadi setelah masa tribulasi, ketika Kristus datang bersama umat-nya sebagaimana yang menjadi keyakinan dan pengharapan orang-orang percaya (1 Tes 2:19; 3:13; 1 Yoh 2:28) sesuai dengan PB (Mat 24:3, 27, 39; 2 Tes 2:8).

Pandangan Posttribulasi
Premillennialisme Dispensasi terbagi dalam beberapa kelompok keyakinan atas peristiwa pengangkatan gereja atau rapture.
Tribulasi dari bahasa Inggris yaitu tribulation, artinya kesengsaraan. Gagasan dlm PL dikenal dengan istilah Ibrani, sara yang pada umumnya menjelaskan penderitaan (Ayb 15:24; Yer 6:24) dan penghukuman (1 Sam 2:23; Yer 30:7). Dalam PB konsep tribulasi dipahami melalui kata Yunani, thlipsis. Menjelaskan suatu peristiwa seperti penyiksaan (1 Tes 1:6), hukuman penjara (Kis 20:23), kemiskinan (2 Kor 8:13), penyakit (Why 2:22), dan dukacita atau tekanan yang mendalam (Fil 1:17; 2 Kor 2:4). Secara teologis istilah tribulasi dalam tujuan Allah dipakai untuk menekankan disiplin ilahi yang diberikan kepada manusia agar umat-Nya memiliki kesetiaan dan ketaatan di hadapan Tuhan. Secara eskatologis, kata tribulasi dipakai sebagai sebutan untuk masa penyiksaan dahsyat menjelang kedatangan Kristus yang kedua.
Pandangan Posttribulasi mengajarkan bahwa jemaat akan masuk ke dalam  tribulasi dan mengalami penderitaan selama tujuh tahun tersebut. Setelah masa itu berakhir, gereja akan diangkat ketika Kristus datang yang kedua kali. Nasib semua orang percaya akan mengalami nasib yang sama dengan seluruh orang yang menolak Kristus. Setelah itu gereja akan diangkat untuk kembali lagi ke bumi bersama Kristus untuk memerintah dalam Kerajaan Millenium.
Pandangan ini juga diyakini oleh amillennialisme dan postmillennialisme. Gereja akan akan masuk ke dalam masa tribulasi total. Setelah itu, Kristus datang di angkasa untuk mengangkat gereja-Nya dan selanjutnya kembali ke bumi. Bagi mereka tribulasi bukan merupakan murka Allah, melainkan ujian dan cobaan bagi gereja. Sedangkan, bagi orang yang tidak percaya hal itu adalah murka Allah. Dan janji-janji tentang masa tribulasi (Mat 24:9-11; Mrk 13:9-13) ditujukan kepada gereja, bukan Israel dan bangsa-bangsa.

Pandangan Midtribulasi
Mengajarkan bahwa gereja akan diangkat tepat pada pertengahan masa tujuh tahun dari tribulasi atau pada akhir tiga setengah tahun pertama. Gereja akan masuk dan berada dalam masa sengsara itu selama tiga setengah tahun, kemudian diangkat ke sorga. Menurut mereka tiga setengah tahun ini adalah permulaan penderitaan (Mat 24:8), sedangkan tiga setengah tahun kedua adalah masa siksaan dahsyat (Mat 24:21). Mendasarkan keyakinan pada kitab Wahyu 11 mengenai kebangkitan dan kenaikan dari dua saksi di akhir masa tiga setengah tahun (Why 11:11-12).
Argumentasi penting Midtribulasi: pertama janji tentang tribulasi ditujukan kepada gereja. Kedua, Allah tidak merancang dua program berbeda antara gereja dan Israel seolah-olah timpang tidih. Ketiga, tanda dan terompet bukan perwujudan murka ilahi. Tanda-tanda menunjuk pada diaktifkannya program manusia, terompet menandakan lebih aktifnya program setan, dimana Allah sebagai pengontrol dan pemberi izin. Keempat, penolakan rapture secara imanen, artinya tidak bisa dibenarkan jika gereja akan bersama Kristus dan terangkat ke sorga sebelum masa tribulasi.

Pandangan Partial
Beranggapan bahwa hanya sebagian orang percaya yang siap secara rohani akan mengalami rapture atau terhindar dari siksaan masa tribulasi, sedangkan orang percaya yang seringkali jatuh dalam dosa akan masuk ke dalam tribulasi dan akan diangkat setelah memenuhi syarat pengangkatan. Syaratnya ialah kesucian hidup.
Dwight Pentecost memberikan dua keberatan terhadap partialisme, yakni keberatan doktrinal dan keberatan problem berita. Keberatan doktrinal meliputi: pertama, melanggar konsep penebusan Kristus yang sempurna. Kedua, kesatuan tubuh Kristus (1 Kor 12:12-13) disatukan dalam kematian-Nya (Ef 5:30), dimana rapture juga dialami semua orang yang telah ditebus Kristus yang adalah kepala tubuh, bukan nhanya sebagian. Ketiga, kesempurnaan kebangkitan dan pengangkatan semua orang percaya bukan sebagian (1 Kor 15:51-52; 1 Tes 4:14). Keempat, partialisme kurang memahami konsep mengenai upah (1 Tes 2:19; Why 2:10; Yak 1:12). Kelima, psosisi orang percaya di hadapan Allah dan kehidupan kekal ditentukan oleh usaha orang-orang tersebut. Keenam, menolak pembedaan atara Israel dan gereja. Ketujuh, menempatkan posisi gereja masuk tribulasi hal yang sangat mustahil terjadi sebab tujuan tribulasi ialah untuk mengadili dunia.
Keberatan problem berita meliputi: pertama, teks Mat 24:41-42 dan Luk 21:26 menjelaskan Israel yang masuk dalam tribulasi, tidak boleh diaplikasikan kepada gereja. Kedua, teks Fil 3:11 tidak menerangkan keraguan Paulus akan rapture, namun sebaliknya mengajarkan bahwa kebangkitan orang percaya bukan diperoleh melalui usahanya, namun sebagai hasil kemenangan Kristus. ketiga, 1 Kor 15:25 menekankan bahwa seluruh orang percaya baik gereja, orang suci dalam PL dan orang percaya masa tribulasi akan masuk dalam prosesi program kebangkitan (Dan 12;2; Why 20:4). Keempat, dalam 2 Tim 4:8 partialisme menganggap bahwa orang-orang tertentu saja yang diangkat. Tetapi sebenarnya Paulus sedang menekankan bahwa orang-orang yang sudah pasti akann diangkat ke sorga harus menjaga kesucian hidup.

Pandangan Pretribulasi
Pada prinsipnya semua penganut pretrib setuju bahwa peristiwa rapture (pengangkatan) dan kedatangan Kristus yang kedua akan terjadi sebelum Kerajaan Seribu Tahun. Tetapi keyakinan mengenai waktu terjadinya pengangkatan gereja yang berbeda. Kaum Pretribulasi meykini bahwa gereja akan menikmati rapture (pengangkatan) dengan kemuliaan Kristus sebelum tribulasi (masa kesengsaraan) tiba (1 Tes 5:9-10).
Henry Thiessen berpendapat bahwa bukti-bukti Alkitab mendukung pendapat bahwa gereja tidak akan  masuk dalam masa tribulasi. Bahkan, jemaat mula-mula senantiasa menantikan kedatangan Kristus yang mendahului masa sengsara tersebut. Demikian juga Ireneus (140-202 M) berpendapat bahwa orang-orang percaya akan terhindar dari masa penganiayaan itu sebab gereja akan diangkat sebelum masa tribulasi. Meskupun gereja berdosa, tetapi dosa mereka sudah ditebus oleh Kristus secara lunas.
Alasan teologis Pretribulasi: pertama, sifat tribulasi mengerikan di mana Allah mencurahkan murka yang dahsyat sebagai suatu bentuk pengadilan dan penghakiman Allah bagi dunia yang berdosa (Yes 24:21-22; Why 14:7; 15:4). Kedua, lingkup tribulasi meliputi seluruh bumi (Yes 24:11; 3-6; Why 3:10), sebagai hukuman dan disiplin bagi Israel (Yer 30:7; Dan 9:24). Ketiga, tujuan tribulasi adalah untuk mengadili bangsa-bangsa yang ada di bumi (Why 6:10; 11:10) serta mempersiapkan Israel utnuk menyambut Raja mereka (Yeh 36:18-32; Mal 4:5-6), dan bukan untuk gereja. Keempat, kesatuan tribulasi, dimana masa tribulasi merupakan minggu ketujuh puluh menurut kitab Daniel. Daniel 9:27 menjelaskan bahwa tribulasi ditujukan kepada Israel. Kelima, pembebasan dari masa tribulasi. Gereja, sebagaimana mempelai yang dikasihi Kristus, tentunya tidak akan Tuhan biarkan mengalami murka-Nya itu (Rom 5:9; 1 Tes 5:9-10).
Unsur penting bagi pretribulasi ialah adanya ketegasan membedakan Israel dengan gereja. Kaum non-premill serta sebagian penganut non-pretribulasi cenderung menyamakan gereja dengan Israel sebagai orang percaya secara universal. Tetapi, keterangan Alkitab membedakan gereja dengan Israel.
Premillennialisme Dispensasional menjelaskan bahwa rapture dan Kerejaan Seribu Tahun akan direalisasikan secara literal di masa yang akan datang. Gereja akan diangkat sebelum masa tribulasi.

Kesimpulan
Secara eskatologis istilah parousia mengungkapkan konsep mengenai kedatangan Kristus yang kedua, yang meliputi dua peristiwa: Kristus hadir di angkasa tanpa menginjakkan kaki-Nya di bumi untuk mengangkat gereja melalui peristiwa rapture, dan Kristus datang ke dunia guna memerintah dalam KST sebagai Raja. Peristiwa pengangkatan gereja (rapture) terjadi sebelum masa tribulasi. Pengangkatan orang percaya tersebut menunjuk pada gereja, yaitu orang-orang mati di dalam Kristus yang dibangkitan dan jemaat yang masih hidup yang diubahkan untuk menerima tubuh yang baru. Selanjutnya mereka akan diangkat bersama-sama untuk menyongsong Tuhan di angkasa (1 Tes 4:16-17).

SUMBER:
1.      Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology. Yayasan Andi.
2.      Gutthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 3 bag. Eskatologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
3.      Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
4.      Pandensolang, Welly. Eskatologi Biblika. Yogyakarta: Yayasan Andi, 2008.
5.      Ryrie. Charles C. Teologi Dasar 2 Bag. Eskatologi. Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992.
6.      Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
7.      Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas, 1992.
8.      Willmington. Eskatologi. Malang: Gandum Mas, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar