Doktrin
Kedatangan Yesus Kembali
Oleh: Junior Natan Silalahi
Teologi Liberal
Kerajaan Allah bukan sesuatu yang terjadi pada masa
datang yang bersifat supernatural, tetapi sudah terjadi sekarang melalui
penerapan prinsip-prinsip etika Yesus di dalam kehidupan manusia. Konsep
kedatangan Kristus kembali untuk mengangkat gereja dan memerintah dalam
Kerajaan Millenium di bumi tidak ditemukan dalam eskatologi kaum Liberal. Friedrick
Schleiermacher (1763-1834) teolog Jerman, Theology of Feeling (Teologi
Perasaan) menyatakan bahwa agama tidak ditemukan dalam doktrin filosofis,
tetapi diperoleh di dalam perasaan atau kesadaran di mana seseorang mengalami
atau menyadari akan kehadiran Allah melalui perbuatan yang baik. Objek agama
ialah “semuanya”, sedangkan sifat agama adalah “kesadaran ketergantungan
absolut”.
Albert Ritschl (1822-1889) teolog Jerman, agama
tidak bersifat teoritis. Menolak doktrin tentang kebenaran seperti dosa awal,
inkarnasi, keilahian Kristus, mujizat, kebangkitan Kristus, dan kebangkitan tubuh
pada akhir zaman. Kematian Kristus tidak memperdamaikan manusia dengan Allah,
karakter dan moral Yesus perlu diteladani.
Adolph von Harnack 1851-130) teolog Jerman, Yesus
tidak pernah mengakui bahwa diri-Nya ilahi. Menolak fenomena supernatural
seperti mujizat dan keajaiban lain.
Horace Bushnell (1802-1876) teolog Amerika,
menentang dosa asal, menolak pengilhaman Alkitab, menolak keilahian Kristus.
Namun mendukung teori keteladanan kematian dan moral baik Kristus. Melalui
karyanya berjudul His Vicarious, bapa teologi liberal Amerika ini menggabungkan
kesadaran tentang tragedi perang dengan refleksi kehidupan nyata yang ada pada
karya Kristus.
Walter Rauschenbusch (1861-1918), pastor gereja
Baptis sekaligus sebagai bapa ajaran Social Gospel (Injil Sosial). Berita Injil
yang dimaksud bukan berita tentang keselamatan kekal, melainkan mengenai
keteladanan etika dan kasih Yesus dipandang sebagai solusi bagi permasalahan
sosial masyarakat. Inti dari ajaran teologi liberal di atas mempengaruhi
teologi pembebasan.
AMILLENNIALISME
Terdapat 3 pandangan mengenai doktrin eskatologi:
amillennialisme, postmillennialisme, dan premillennialisme. Istilah
“millennium” berasal dari kata Latin, mille, yang artinya “seribu”. Dalam
konteks teologi istilah tersebut mengacu pada pengertian Kerajaan Seribu Tahun.
Sejarah Lahirnya Amillennialisme
Hingga masa Origenes (185-254), sistem dan prinsip
penafsiran yang berlaku bersifat literal. Hal ini menyebabkan bapa-bapa gereja
menjadi penganut pandangan premillennialisme dan mengharapkan kedatangan
Kristus yang kedua untuk mendirikan Kerajaan Sorga di bumi. Akan tetapi,
dimulai dari Origenes menggunakan prinsip penafsiran alegori dan merohanikan
kerajaan literal yang akan datang dengan gereja yang terjadi sejak saat ini
sejak zaman Adam. Dalam perkembangan teologi, Agustinus (354-430) muncul
sebagai pelopor eskatologi amillennialisme.
Menurut pandangannya, Iblis saat ini sudah diikat,
seiring dengan Kerajaan Seribu Tahun yang sudah dan sedang berlangsung secara
rohani pada masa sekarang melalui gereja. Berbicara tentang amillennialisme
sama halnya dengan membicarakan pandangan eskatologi Reformed karena pandangan
eskatologi Reformed identik dengan amillennialisme. Menurut Agustinus dari
Hippo, kitab Wahyu harus ditafsirkan secara alegoris. Dan metode penafsiran ini
menjadi doktrin utama dari gereja abag pertengahan. Menolakak akan adanya
Kerajaan Seribu Tahun secara literal yang akan didirikan oleh Kristus di bumi
pada masa depan.
Sejarah amillennialisme dibagi 2 bagian penting.
Pertama, pada kenyataannya tidak ada orang lain yang mencetuskan pandangan
tersebut sebelum Agustinus. Sebelum dan sampai pada zaman Agustinus, gagasan
amil masih menyatu dengan sejumlah aliran tertentu yang dihasilkan oleh sekolah
teologi alegoris di Aleksandria yang tidak saja menentang premillennialisme,
tetapi juga menolak sistem eksegesis Alkitab yang literal. Kedua, selama masa
sebelum Agustinus, amill menjadi doktrin utama bagi gereja Katolik Roma dan
diadopsi secara bervariasi oleh sejumlah penganut Protestan Reformasi dengan
beberapa ajaran Agustinus.
Oswald T. Allis mengajarkan bahwa Kerajaan Millenium
harus ditafsirkan secara rohani dan digenapi oleh gereja. Kerajaan Millenium
harus dihubungkan dengan masa gereja sesuai dengan penafsiran Wahyu 20:1-6.
Menurut Agustinus, periode millenium sudah berakhir
pada tahun 650 M, ditandai dengan terjadinya kejahatan serta peperangan
besar-besaran yang selanjutnya diikuti dengan kedatangan Kristus yang kembali
untuk menghakimi dunia. Namun 2 asumsi di atas hingga kini tidak digenapi.
Sampai saat ini, iblis belum terbelenggu dan Kristus belum datang secara fisik
untuk memerintah di bumi.
Salah satu tokoh utama ini adalah Louis Berkhof yang
mengatakan bahwa dispensasi Kerajaan Allah masa kini akan diikuti dengan segera
oleh Kerajaan Allah yang bersifat kekal dan tidak akan ada Kerajaan Allah dalam
periode seribu tahun, sebab Wahyu 20 merupakan simbol dari zaman gereja yang
sedang berlangsung kini. Saat ini, setan sudah diikat dan orang-orang percaya
sudah dan sedang memerintah bersama dengan Kristus.
Dasar Alkitabiah Hermeneutik dan
Pandangan Amillennialisme
Dasar prinsipil hermeneutik amillennialisme ialah
pemberian prioritas tertinggi kepada Perjanjian Baru. Menyimpulkan bahwa
janji-janji yang diberikan kepada Israel telah digenapi oleh gereja pada saat
ini. Konsep dan persepsi doktrin demikianlah yang menyebabkan amillennialisme
berseberangan pandangan dengan premillennialisme. Menganggap gereja adalah
bangsa pilihan Allah yang baru, Israel baru. Kecenderungan untuk merohanikan
sejumlah nubuat Perjanjian Lama. Seperti Martin J. Wyngaarden mengusulkan
prinsip penafsiran PL dengan istilah The Old Testament Spiritual
Interpretation, yaitu penafsiran yang merohanikan data-data atau nubuat PL.
Tokohnya seperti Munster meneruskan pandangan
Agustinus. Demikian Luther dan John Calvin. Mereka menganut pengajaran gereja
Katolik Roma yang mengikuti Agustinus.
Contoh tentang penafsiran atas Roma 11:26. Premill
melihat teks itu menunjuk kepada pemilihan bangsa Israel secara eskatologis
atau penyelamatan bangsa pilihan itu di masa depan. Tetapi, Amill menganggap
ayat itu mengacu pada semua bangsa yang dipilih Allah, termasuk gereja dan
sisa-sisa orang Yahudi atau remnant. Amill menyatakan bahwa Rom 11:26 tidak
mengandung arti penggenapan eskatologis, tetapi membicarakan zaman sekarang.
Sebab kata “demikian” dalam ayat itu menjelaskan sebuah “cara” dan bukan “waktu”
penyelamatan Israel. Bangsa pilihan itu tidak diselamatkan setelah penyelamatan
gereja, tapi jemaat dari segala abad dan sisa orang-orang pilihan akan
dikumpulkan bersama-sama dengan bangsa Israel melalui pemberitaan Injil masa
sekarang.
Berikut
ini pandangan eskatologis amilliannisme:
Pertama,
semua peristiwa di masa depan yang berhubungan dengan kedatangan Kristus yang
kedua seperti: kebangkitan orang mati yang percaya dan orang mati yang menolak
Yesus, pengadilan Kristus, Kerajaan Allah yang kekal, dan langit dan bumi yang
baru, akan terjadi secara bersamaan pada saat Kristus datang kembali (Yoh
5:28-29; 1 Kor 15:5).
Kedua,
pemulihan Israel sebagai bangsa terjadi sebelum kedatangan Kristus untuk
mengangkat jemaat. di dalam Rom pasal 9-11, tidak ditemukan bukti bahwa
pemulihan dan pengumpulan bangsa Israel ke tanah perjanjian akan terjadi dalam
Kerajaan Millenium ketika Kristus memerintah sebagai Raja yang bertahta di
Yerusalem, tidak juga pada zaman keemasan (golden age) dunia yang diikuti
dengan perisiwa kedatangan Kristus di akhir zaman tersebut.
Ketiga,
kaum amill menganggap bahwa Wahyu 20:4-6 merupakan penglihatan tentang
pemerintahan orang Kristen bersama Yesus dalam kebahagiaan kekal setelah
Kristus datang kembali untuk membangkitkan semua orang percaya dan yang tidak
percaya secara serentak. Para martir pada ayat 4 merupakan simbol dari semua
umat Allah. Ayat 5 tidaklah menerangkan tentang kebangkitan literal orang-orang
yang mati di luar Kristus pada akhir Kerajaan Seribu Tahun, melainkan melukisan
keadaan orang-orang tidak percaya yang tidak akan menikmati kebahagiaan kekal,
seperti yang dialami oleh orang-orang percaya kepada Kristus.
John F. Walvoord juga menegaskan bahwa kaum Amill
berpendapat bahwa 7 tahun terakhir dari 70 minggu itu sudah terjadi di dalam
sejarah, yaitu ketika Yesus melayani di dunia. Tiga setengah tahun dari 7 tahun
tersebut digenapi dalam pelayanan Yesus, selanjutnya di tengah 7 tahun itu
Yesus disingkirkan atau disalibkan. Prinsip penafsiran yang non-literal dari
kalangan amill juga terlihat dalam metode penafsiran kitab Wahyu secara
“paralel progresif”, yaitu membagi kitab tersebut menjadi 7 bagian yang
berkaitan satu dengan lainnya. Pasal 1-3 berhubungan dengan seluruh peristiwa
yang terjadi pada abad yang pertama, pasal
4-7 menjelaskan penderitaan dan pencobaan yang dialami gereja, pasal
8-11 membicarakan perlindungan serta kemenangan gereja, pasal 12-14 menerangkan
peristiwa kelahiran Yesus serta perlawanan yang dilakukan setan, pasal 15-16
menjelaskan murka Allah, pasal 17-19 penjelasan tentang kejatuhan final dari
semua kekuatan dunia, dan 3 pasal terakhir menerangkan tentang kekalahan
terakhir dari para musuh Kristus serta kemenangan akhir dari gereja dan Yesus.
POSTMILLENNIALISME
Ciri utama dokrin ini adalah pandangan bahwa gereja
adalah alat untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia. Kehadiran Kristus yang
kedua akan terjadi setelah Kerjaan Seribu Tahun. Masa Seribu Tahun tidak
terjadi secra literal, tetapi merupakan waktu yang sangat panjang dan tidak
terbatas hanya dalam periode waktu selama seribu tahun. Amanat Agung akan
diberitakan ke seluruh dunia dan membuat hampir semua orang di dunia akan
diselamatkan. Jika orang tidak percaya, Amanat Agung dianggap tidak efektif dan
kuasa Allah tidak bekerja. Melalui program penginjilan, dunia akan semakin baik
sehingga pada kondisi tertentu ketika dunia telah menjadi sempurna Kristus
segera datang dan diikuti dengan terjadinya peristiwa kebangkitan dan
penghakiman secara umum.
Sejarah Lahirnya Postmillennialisme
Didirikan pada abad 19 hingga awal abad 20 oleh
tokoh: Charles Hodge, William Shedd, Warfield A.A. hodge, dan A.H. strong.
Konsepnya menekankan pada zaman kekinian. Secara teologis Postmill menganggap
bahwa Kerajaan Allah saat ini sedang terjadi mellaui pemberitaan Injil dan
karya penyelamatan Roh Kudus di dalam hati setiap orang percaya sehingga pada
suatu saat melalui masa yang panjang dunia dapat dikristenkan dan seluruh dunia
akan dipenuhi oleh kedamaian dan kebenaran.dipopulerkan oleh Daniel Whitby
hingga pada awal abad 20 dan berakhir pada perang dunia kedua.
Secara eskatologis, Postmill mengajarkan bahwa
Kristus akan kembali ke bumi setelah dunia diperbaiki dan dipenuhi dengan
kedamaian. Mengenai kebangkitan orang mati dan penghakiman, postmill setuju
dengan pandangan amill yang mengatakan bahwa kebangkitan dan penghakiman orang
mati yang percaya dan tidak percaya akan terjadi serentak ketika Kristus datang
kedua kali pada akhir zaman.
Tokohnya
Joachim 1135-1202), menguraikan konsep eksistensi Allah Tritunggal denikian: PL
adalah zaman pertama ketika Bapa berkarya, PB adalah zaman kedua yaitu masa
anugerah ketika Anak berkuasa, sedangkan periode yang dimulai tahun 1260 M
hingga kini merupakan zaman ketiga yakni era Roh Kudus yang menyebabkan dunia
pada akhirnya akan bertobat.
Kenneth L. Gentry menyatakan bahwa tokoh postmill,
Robert B. Strimple mempercayai paham postmill karena menganggap bahwa “masa
keemasan” penuh damai yang dinubuatkan dalam Yes 2:2-4 sudah dan sedang
digenapi sekarang. Strimple percaya bahwa nubuat Mazmur 2 terjadi pada abad
pertama. Segala sesuatu tang diungkapkan pada pasal tersebut sudah dan sedang
terlaksana pada masa sekarang (Maz 2:8-11). Demikian juga, pemerintahan dan
pengadilan Kristus atas para musuh-Nya yang dinubuatkan dalam 1 Kor 15:25 sudah
dan sedang digenapi saat ini.
Hermeneutik Postmillennialisme
Pada umumnya postmill menerima pandangan premil dan
sebaliknya menolakn paham amill yang memandang Wahyu 20 secara simbolis.
Perbedaannya dengan premill ialah bahwa postmill menganggap penunggang kuda
putih yang dijelaskan dalam Wahyu 19 menunjuk pada gambaran kemenangan Kristus
atas para musuh-Nya melalui pemberitaan Injil yang telah dilakukan gereja masa
kini. Sedangkan premill melihat figur penunggang kuda putih itu secara literal,
yaitu menunjuk pada Kristus. Menurut postmill, teks itu tidak menjelaskan
kedatangan Kristus yang kedua melainkan suatu perubahan rohani besar yang
terjadi dalam sejarah gereja.
PREMILLENNIALISME
Prinsip Premill dapat dipahami dalam 2 dasar utama:
pertama membedakan program Allah bagi Israel dan program Allah bagi gereja.
Kedua, prinsip penafsiran literal pada Alkitab. Premill percaya bahwa gereja
akan mengalami akan mengalami pengangkatan ketika Kristus datang di angkasa (1
Tes 4:13-18) sebelum masa tribulasi. Dalam masa tribulasi, Allah akan
menghakimi bangsa-bangsa yang tidak percaya dan Israel yang tidak taat. Namun,
Ia akan menyelamatkan kedua bangsa itu pada saat mereka percaya kepada Yesus di
masa kesusahan tersebut (Why 6-19). Pada akhir masa tribulasi Kristus akan
turun ke bumi untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun sesudah membelenggu setan
(Why 20:1-6).
Sejarah lahirnya
Premillennialisme
Jemaat mula-mula mempercayai akan adanya Kerajaan
Seribu Tahun yang akan didirikan di bumi setelah kebangkitan orang mati. Paham
eskatologi ini adalah premill, meskipun belum terbentuk secara sistematis.
Buktinya melalui tulisan Papias meninggal th 155 M) yg menyatakan demikian.
Yustinus Martir 110-165), juga berpendapat demikian. Tertullianus juga
mengatakan adanya Kerajaan seribu Tahun di bumi yang akan dibangun oleh Allah
sendiri setelah terjadi kebangkitan orang mati. Setelah KST berakhir,
terjadilah penghancuran serta penghukuman terhadap dunia.
Pada abad 4 keyakinan demikian mulai pudar seiring
dengan berakhirnya masa penganiayaan gereja. Ketika raka Konstantinus bertobat
mengalami kedamaian. Seiring itu mulai bergesernya prinsip penafsiran Alkitab
dari Literal kepada alegoris. Hal ini mengakibatkan penafsiran akan KST
ditafsir secara alegoris (secara rohani). Tidak akan ada KST di bumi secara
literal. Banyak berpendapat bhw iblis sudah dibelenggu dan pemerintahan orang
saleh bersama Kristus (Why 20:1-4) saat ini sudah berlangsung sekarang. Tetapi
pada abad 17 dan 18 pandangan premill hidup kembali, secara khusus dengan
munculnya sejumlah gerakan premill yang dipelopori oleh Charles Wesley, Isaac
Watts, bengel, Lange, Godet, Ellicot, Trench, Alford, serta kelompok Injili
lainnya.
Dalam perkembangannya Premillennialisme terbagi 2
yaitu: Premillianniasme Dispensasional dan Premilliannisme Sejarah.
Premillianniasme Dispensasional
Dispensasional berasal dari kata Yunani, oikonomia, yang artinya penatalayanan
(Luk 16:2-4; 1 Kor 9:17; Ef 1:10; 3:2; Kol 1:25, dan 1 Tim 1:4. Dalam Ef 1:10
Paulus menggunakan gagasan dispensasi guna mengungkapkan rencana Allah dalam
mengatur serta mempersatukan di dalam Kristus segala sesuatu yang ada di sorga
maupun di bumi. Menurut Paulus, penyatuan dan pengaturan tersebut akan direalisasikan
dalam dispensasi Kerajaan Millenium. Dan dalam Yoh 1:17, Yohanes menjelaskan
bahwa Hukum Taurat diberikan Allah melalui Musa, sedangkan anugerah dan
kebenaran direalisasikan di dalam Kristus. Periode Musa sangat berbeda dengan
zaman di bawah Kristus yang dikenal dengan dispensasi kasih anugerah.
Secara teologis dispensasi
bermakna pengaturan terhadap wahyu progresif ilahi yang dinyatakan secara
bertahap melalui periode tertentu.
John Nelson Darby 1800-1882) mensistematiskan
sehingga terbentuk pandangan Premillennialisme Dispensasional. Susunannya
terdiri dari: dispensasi Eden hingga air bah, dispensasi Nuh, dispensasi
Abraham, dispensasi Israel meliputi: Hukum Taurat, para imam, dan raja-raja.
dispensasi non-Yahudi, dan dispensasi Kerajaan Seribu Tahun. Secara akademis
dipopulerkan oleh C.I. Scofield dalam dunia teologi Injili dan Kekristenan. Hal
ini mempengatuhi seminari teologi di Amerika Serikat, seperti: Biola, Moody
Bible Institute, Dallas Theological Seminary, dan Grace Theological Seminary.
Secara akademis teologi dispensasi diteruskan oleh
Charles Ryrie, John Walvoord, J. Dwight Pentecost, dan Alva J. McClaim dengan memberikan penekanan pada rapture yang
terjadi sebelum masa tribulasi dan kedatangan Yesus ke bumi untuk mendirikan
Kerajaan Millenium sesudah masa kesusahan.
Hermeneutik dan Pandangan
Premillennialisme Dispensasional
Memegang prinsip penafsiran Literal Interpretation (penafsiran literal), dan sering disebut the principle of grammatical-historical,
yaitu menekankan pemahaman dan pengertian literal dari masing-masing kata
berdasarkan kebenaran gramatika serta fakta sejarah yang akurat. Disebut juga
the normal interpretation.
Pemahamannya terhadap Israel dimana Allah memberikan
janji yang tanpa syarat (unconditional covenant) kepada Abraham Kej 12:1-3).
Israel bukanlah gereja. Israel adalah keturunan Yakub biologis. Israel tidak
pernah dirohanikan menjadi gereja. Pandangan ini menyatakan bahwa Kristus akan
kembali sebelum Kerajaan Millenium dan bahwa Ia akan memerintah dalam Kerajaan-Nya.
Kerajaan Damai yang berlangsung selama seribu tahun tidak bisa dirohanikan
dengan alasan apapun. Kerajaan Sorga memang saat ini sudah mulai terjadi secara
rohani melalui gereja (Rm 14:17), dalam kuasa pelayanan Mesias pada
kedatangan-Nya pertama, namun pemenuhan
kerajaan tersebut secara fisik serta realisasinya secara sempurna akan
terjadi di dalam Kerajaan Millenium yang akan datang.
Kedatangan Kristus
ke bumi akan terjadi secara literal dengan tubuh fisik sebelum Kerajaan
Seribu Tahun didirikan (Kis 1:11). Dalam kerajaan tersebut, janji-janji kepada
Israel akan digenapi secara literal selama seribu tahun. Setelah itu, Kristus
akan menyerahkan Kerajaan-Nya kepada Bapa untuk seterusnya memasuki Kerajaan
Kekal (1 kor 15:24-25).
Premillennialisme Sejarah
Pelopor utamanya adalah George Eldon Ladd
(pertengahan abad 20) dan J. Barton Payne. Perbedaan pokok yang ada pada kedua
pandangan tersebut terletak pada sistem hermeneutik dalam upaya menafsirkan
beberapa nubuat.
Hermeneutik dan Pandangan Premillennialisme
Sejarah
Metode penafsiran literal tidak selamanya harus
diterapkan secara konsisten. Metodenya ialah sistem penafsiran rohani
(spiritualizing hermeneutic). Bahwa
perbedaan Israel dan gereja tidak perlu terlalu dipertahankan. Ladd mengatakan
bahwa Yesaya 53 bukan merupakan nubuat tentang Mesias. Gereja adalah Israel
rohani. Aplikasi Yer 31:33-44 dalam PB menunjuk pada gereja sebagaimana
diterangkan dlm Roma 2:28-29; 4:11, 16 dan Gal 3:7, 29. Wahyu 20:4-5
sesungguhnya menjelaskan tentang kebangkitan semua orang percaya dari segala
zaman. Dengan demikian tidak ada pemisahan anatara kebangkitan gereja dengan
kebangkitan orang suci di PL. Sedangkan kebangkitan orang yang tidak percaya
dari segala zaman akan terjadi setelah Kerajaan Seribu Tahun berakhir.
Premill Sejarah mengajarkan bahwa Kerajaan Millenium
bukan dimulai pada saat yang akan datang, tetapi sudah diawali sekarang ini
dari sorga. Saat ini Ia duduk di sebelah kanan Allah sebagai Raja Mesianik.
Filipi 2:5-10 dan KPR 2:34-35 memberi indikasi bahwa tahta Daud telah
dipindahkan dari Yerusalem ke sorga. Paham ini juga meyakini bahwa kerajaan
Mesianik tidak saja terjadi dalam Kerajaan Millenium, tetapi juga dalam
sejarah. Bahwakn, Kristus sudah memulai pemerintahan Mesianik-Nya sejak peristiwa
bersejarah, yaitu pada saat kebangkitan hingga kenaikan-Nya. Sebab itu,
pandangan ini disebut premillennialisme sejarah.
Di sisi lain, premill sejarah juga menerima
pandangan postribulasi yang meyakini
bahwa gereja akan masuk ke dalam masa tibulasi, seperti diketahui dari PL
dan PB berkenaan dengan kesusahan yang telah dan sedang dialami oleh
orang-orang percaya selama ini. (Yoh 16:33; Kis 14:22; Why 1:9). Penganiayaan
yang dialami gereja saat ini akan terus berlangsung hingga pada puncaknya.
Gereja akan dilindungi oleh Allah di dalam masa tribulasi (Why 3:10; 7:14).
Dengan demikian penganut premill sejarah meyakini bahwa rapture akan terjadi setelah masa tribulasi, ketika Kristus datang
bersama umat-nya sebagaimana yang menjadi keyakinan dan pengharapan orang-orang
percaya (1 Tes 2:19; 3:13; 1 Yoh 2:28) sesuai dengan PB (Mat 24:3, 27, 39; 2
Tes 2:8).
Pandangan Posttribulasi
Premillennialisme Dispensasi terbagi dalam beberapa
kelompok keyakinan atas peristiwa pengangkatan gereja atau rapture.
Tribulasi
dari bahasa Inggris yaitu tribulation,
artinya kesengsaraan. Gagasan dlm PL dikenal dengan istilah Ibrani, sara yang pada umumnya menjelaskan
penderitaan (Ayb 15:24; Yer 6:24) dan penghukuman (1 Sam 2:23; Yer 30:7). Dalam
PB konsep tribulasi dipahami melalui kata Yunani, thlipsis. Menjelaskan suatu peristiwa seperti penyiksaan (1 Tes
1:6), hukuman penjara (Kis 20:23), kemiskinan (2 Kor 8:13), penyakit (Why
2:22), dan dukacita atau tekanan yang mendalam (Fil 1:17; 2 Kor 2:4). Secara
teologis istilah tribulasi dalam tujuan Allah dipakai untuk menekankan disiplin
ilahi yang diberikan kepada manusia agar umat-Nya memiliki kesetiaan dan
ketaatan di hadapan Tuhan. Secara eskatologis, kata tribulasi dipakai sebagai
sebutan untuk masa penyiksaan dahsyat menjelang kedatangan Kristus yang kedua.
Pandangan Posttribulasi mengajarkan bahwa jemaat
akan masuk ke dalam tribulasi dan
mengalami penderitaan selama tujuh tahun tersebut. Setelah masa itu berakhir,
gereja akan diangkat ketika Kristus datang yang kedua kali. Nasib semua orang
percaya akan mengalami nasib yang sama dengan seluruh orang yang menolak
Kristus. Setelah itu gereja akan diangkat untuk kembali lagi ke bumi bersama
Kristus untuk memerintah dalam Kerajaan Millenium.
Pandangan ini juga diyakini oleh amillennialisme dan
postmillennialisme. Gereja akan akan masuk ke dalam masa tribulasi total.
Setelah itu, Kristus datang di angkasa untuk mengangkat gereja-Nya dan
selanjutnya kembali ke bumi. Bagi mereka tribulasi bukan merupakan murka Allah,
melainkan ujian dan cobaan bagi gereja. Sedangkan, bagi orang yang tidak
percaya hal itu adalah murka Allah. Dan janji-janji tentang masa tribulasi (Mat
24:9-11; Mrk 13:9-13) ditujukan kepada gereja, bukan Israel dan bangsa-bangsa.
Pandangan Midtribulasi
Mengajarkan bahwa gereja akan diangkat tepat pada
pertengahan masa tujuh tahun dari tribulasi atau pada akhir tiga setengah tahun
pertama. Gereja akan masuk dan berada dalam masa sengsara itu selama tiga
setengah tahun, kemudian diangkat ke sorga. Menurut mereka tiga setengah tahun
ini adalah permulaan penderitaan (Mat 24:8), sedangkan tiga setengah tahun
kedua adalah masa siksaan dahsyat (Mat 24:21). Mendasarkan keyakinan pada kitab
Wahyu 11 mengenai kebangkitan dan kenaikan dari dua saksi di akhir masa tiga
setengah tahun (Why 11:11-12).
Argumentasi penting Midtribulasi: pertama janji
tentang tribulasi ditujukan kepada gereja. Kedua, Allah tidak merancang dua
program berbeda antara gereja dan Israel seolah-olah timpang tidih. Ketiga,
tanda dan terompet bukan perwujudan murka ilahi. Tanda-tanda menunjuk pada
diaktifkannya program manusia, terompet menandakan lebih aktifnya program
setan, dimana Allah sebagai pengontrol dan pemberi izin. Keempat, penolakan
rapture secara imanen, artinya tidak bisa dibenarkan jika gereja akan bersama
Kristus dan terangkat ke sorga sebelum masa tribulasi.
Pandangan Partial
Beranggapan bahwa hanya sebagian orang percaya yang
siap secara rohani akan mengalami rapture
atau terhindar dari siksaan masa tribulasi, sedangkan orang percaya yang
seringkali jatuh dalam dosa akan masuk ke dalam tribulasi dan akan diangkat
setelah memenuhi syarat pengangkatan. Syaratnya ialah kesucian hidup.
Dwight Pentecost memberikan dua keberatan terhadap
partialisme, yakni keberatan doktrinal dan keberatan problem berita. Keberatan doktrinal meliputi: pertama,
melanggar konsep penebusan Kristus yang sempurna. Kedua, kesatuan tubuh Kristus
(1 Kor 12:12-13) disatukan dalam kematian-Nya (Ef 5:30), dimana rapture juga
dialami semua orang yang telah ditebus Kristus yang adalah kepala tubuh, bukan
nhanya sebagian. Ketiga, kesempurnaan kebangkitan dan pengangkatan semua orang
percaya bukan sebagian (1 Kor 15:51-52; 1 Tes 4:14). Keempat, partialisme
kurang memahami konsep mengenai upah (1 Tes 2:19; Why 2:10; Yak 1:12). Kelima,
psosisi orang percaya di hadapan Allah dan kehidupan kekal ditentukan oleh
usaha orang-orang tersebut. Keenam, menolak pembedaan atara Israel dan gereja.
Ketujuh, menempatkan posisi gereja masuk tribulasi hal yang sangat mustahil
terjadi sebab tujuan tribulasi ialah untuk mengadili dunia.
Keberatan
problem berita meliputi: pertama, teks Mat 24:41-42
dan Luk 21:26 menjelaskan Israel yang masuk dalam tribulasi, tidak boleh
diaplikasikan kepada gereja. Kedua, teks Fil 3:11 tidak menerangkan keraguan
Paulus akan rapture, namun sebaliknya mengajarkan bahwa kebangkitan orang
percaya bukan diperoleh melalui usahanya, namun sebagai hasil kemenangan
Kristus. ketiga, 1 Kor 15:25 menekankan bahwa seluruh orang percaya baik
gereja, orang suci dalam PL dan orang percaya masa tribulasi akan masuk dalam
prosesi program kebangkitan (Dan 12;2; Why 20:4). Keempat, dalam 2 Tim 4:8
partialisme menganggap bahwa orang-orang tertentu saja yang diangkat. Tetapi
sebenarnya Paulus sedang menekankan bahwa orang-orang yang sudah pasti akann
diangkat ke sorga harus menjaga kesucian hidup.
Pandangan Pretribulasi
Pada prinsipnya semua penganut pretrib setuju bahwa
peristiwa rapture (pengangkatan) dan kedatangan Kristus yang kedua akan terjadi
sebelum Kerajaan Seribu Tahun. Tetapi keyakinan mengenai waktu terjadinya
pengangkatan gereja yang berbeda. Kaum Pretribulasi meykini bahwa gereja akan
menikmati rapture (pengangkatan) dengan kemuliaan Kristus sebelum tribulasi
(masa kesengsaraan) tiba (1 Tes 5:9-10).
Henry Thiessen berpendapat bahwa bukti-bukti Alkitab
mendukung pendapat bahwa gereja tidak akan
masuk dalam masa tribulasi. Bahkan, jemaat mula-mula senantiasa
menantikan kedatangan Kristus yang mendahului masa sengsara tersebut. Demikian
juga Ireneus (140-202 M) berpendapat bahwa orang-orang percaya akan terhindar
dari masa penganiayaan itu sebab gereja akan diangkat sebelum masa tribulasi.
Meskupun gereja berdosa, tetapi dosa mereka sudah ditebus oleh Kristus secara
lunas.
Alasan teologis Pretribulasi: pertama, sifat tribulasi mengerikan di mana Allah mencurahkan murka
yang dahsyat sebagai suatu bentuk pengadilan dan penghakiman Allah bagi dunia
yang berdosa (Yes 24:21-22; Why 14:7; 15:4). Kedua, lingkup tribulasi meliputi seluruh bumi (Yes 24:11; 3-6; Why
3:10), sebagai hukuman dan disiplin bagi Israel (Yer 30:7; Dan 9:24). Ketiga, tujuan tribulasi adalah untuk
mengadili bangsa-bangsa yang ada di bumi (Why 6:10; 11:10) serta mempersiapkan
Israel utnuk menyambut Raja mereka (Yeh 36:18-32; Mal 4:5-6), dan bukan untuk
gereja. Keempat, kesatuan tribulasi,
dimana masa tribulasi merupakan minggu ketujuh puluh menurut kitab Daniel.
Daniel 9:27 menjelaskan bahwa tribulasi ditujukan kepada Israel. Kelima, pembebasan dari masa tribulasi.
Gereja, sebagaimana mempelai yang dikasihi Kristus, tentunya tidak akan Tuhan
biarkan mengalami murka-Nya itu (Rom 5:9; 1 Tes 5:9-10).
Unsur penting bagi pretribulasi ialah adanya
ketegasan membedakan Israel dengan gereja. Kaum non-premill serta sebagian penganut
non-pretribulasi cenderung menyamakan gereja dengan Israel sebagai orang
percaya secara universal. Tetapi, keterangan Alkitab membedakan gereja dengan
Israel.
Premillennialisme Dispensasional menjelaskan bahwa rapture dan Kerejaan Seribu Tahun akan
direalisasikan secara literal di masa yang akan datang. Gereja akan diangkat
sebelum masa tribulasi.
Kesimpulan
Secara eskatologis istilah parousia mengungkapkan konsep mengenai kedatangan Kristus yang
kedua, yang meliputi dua peristiwa: Kristus hadir di angkasa tanpa menginjakkan
kaki-Nya di bumi untuk mengangkat gereja melalui peristiwa rapture, dan Kristus
datang ke dunia guna memerintah dalam KST sebagai Raja. Peristiwa pengangkatan
gereja (rapture) terjadi sebelum masa tribulasi. Pengangkatan orang percaya
tersebut menunjuk pada gereja, yaitu orang-orang mati di dalam Kristus yang
dibangkitan dan jemaat yang masih hidup yang diubahkan untuk menerima tubuh
yang baru. Selanjutnya mereka akan diangkat bersama-sama untuk menyongsong
Tuhan di angkasa (1 Tes 4:16-17).
SUMBER:
1. Enns, Paul.
The Moody Handbook of Theology. Yayasan Andi.
2. Gutthrie,
Donald. Teologi Perjanjian Baru 3 bag. Eskatologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1993.
3. Hadiwijono,
Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
4. Pandensolang,
Welly. Eskatologi Biblika. Yogyakarta: Yayasan Andi, 2008.
5. Ryrie.
Charles C. Teologi Dasar 2 Bag. Eskatologi. Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992.
6. Soedarmo, R.
Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
7. Thiessen,
Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas, 1992.
8. Willmington.
Eskatologi. Malang: Gandum Mas, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar