Misionaris Nestorian di Barus
Jauh
sebelum Samuel Munson dan Henry Lyman masuk ke Sumatera Utara pada
17 Juni 1834, yakni di Sibolga, Misionaris Nestorian sudah
terlebih dahulu tiba, yaitu di Barus kecamatan terpencil di Sumatera Utara
sebagai tempat masuknya Kristen Nestorian abad ke-6, tepatnya tahun 645.
Menurut Van Den End dalam
bukunya: Harta Dalam Bejana, memaparkan
bahwa kengiatan pekabaran Injil oleh Gereja Nestorian meliputi seluruh Asia.
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Kristen telah menyiarkan Injil ke
Arabia, ke India, ke Asia Tengah dan
malahan ke Tiongkok. Penyiaran Agama Kristen itu terutama berlangsung melalui
jalan-jalan dagang.
Pekabar Injil Nestorian
mengikuti jalur perdagangan (Asia dari barat ke Timur, dari Messopotamia lewat kota
Siberia Selatan). Jalur lain: pelabuhan teluk Persia, India Barat dan Selatan,
Srilanka, Tiongkok Selatan. Di sepanjang jaan dagang ini terdapat jemaat2 yg
terdiri dari pedagang2 Nestorian, sdgkn yg mengabarkan Injil ialah para rahib.
Jalur perdagangan ke
arah Selatan dan pantai timur semenanjung Arabia (Qatar dan Oman), Etiopia, dan
India. Thn 345 pedagang bernama Thomas dgn 400 org Kristen lainnya dari Persia
dtg ke Cranganore, mendirikan Gereja Mar
Thoma (kini bergabung dgn aliran Yakobit/Monofisit, sebagian masuk ke
Katolik).
Pada abad ke-6 ada
jemaat Srilanka, mungkin ada pedagang-pedagang Nestorian yg dari India berlayar
ke Sumatera (di Barus abad ke-7).
Pada waktu itu Barus
sudah merupakan pusat perdagangan. Saat Abu Salih al-Armini menulis sebuah
karangan bahwa kamper berasal dari Barus. Dalam buku itu dijelaskan jauh
sebelum pedagang Timur-Tengah datang ke Barus sudah ada orang-orang Nestorian.
Hal itu juga tertulis di buku Kitab Nazm al-Jawhar karangan Sa’idah al Batriq
menyebutkan di abad ke-7 sudah jemaat Nestorian di Barus. Peryataan itu juga
diperkuat dengan ditemukannya sebuah salib Nestorian.
Lain lagi laporan dari
naskah-naskah kuno Nestorian tentang Keuskupan di Dabag yaitu wilayah Jawa dan
Sumatera Selatan selain di Barus dekat Sibolga, Sumatera Utara. Abad ke-14
Giovanni De Marignolli dari Italia menemukan orang-orang Kristen yang berbudaya
non-Eropa (Arab) di Majapahit dan Sriwijaya. Ada jemaat Nestorian yang masih
melakukan sembayang ala Nestorian.
Sementara dalam buku Sejarah Perjumpaan Kristen dan Muslim di
Indonesia, yang ditulis Prof. Jan S. Aritonang menyebutkan, jauh
sebelum perjumpaan agama Islam di Indonesia sudah ada Kristen Nestorian
bersumber dari Khaldea/Syria dan Persia. Tetapi jejak Nestorian di Barus
dipastikan tidak berakar, tidak pernah tumbuh.
Sedangkan Munson dan Lyman pada 17 Juni 1834 (misionaris
dari American Baptist missionary) tiba di Tanah Batak untuk pertama kalinya,
yakni Sibolga. Tuan Bonnet, seorang pejabat Belanda, menyambut mereka dengan
hangat. Dia bahkan memberikan perlengkapan untuk keberangkatan mereka
selanjutnya ke arah Silindung.
Samuel Munson lahir tanggal 23 Maret 1804 di New
Sharser Maine, sedang Henry Lyman lahir tanggal 23 November 1809 di
Northhampton, Amerika Serikat. Setelah tamat dari sekolah pendeta di Androver
tahun 1832 dan menikah pada tahun 1833, mereka dipersiapkan sebagai missionaris
menyebarkan berita Injil ke Tanah Batak.
Dalam perjalanan, Munson dan Lyman disertai beberapa
orang pendamping. Rombongan kecil ini berangkat pada tanggal 23 Juni 1834,
menembus belantara, lembah, dan pegunungan yang bergelombang, selama 6 hari.
Ketika sampai di kampung Raja Suasa, Pendeta
Munson dan Lyman menerima saran dari Raja Suasa agar mereka menginformasikan
lebih dulu kedatangannya di Silindung. Saat itu, suasana di Rura Silindung
(sekarang Kota Tarutung) memang masih diwarnai kemelut akibat akses dari Perang
Bonjol. Namun Munson dan Lyman memilih menghemat waktu agar segera tiba di
Silindung.
Keturunan Raja Siopat Pisoran adalah penghuni
terbesar kawasan Rura Silindung. Ketika Munson dan Lyman tiba di Puncak Lobu
Sisakkap, Raja Panggalamei dan pengikutnya langsung menduga bahwa mereka adalah
bagian dari rencana awal Pemerintah Belanda yang ingin menguasai Tanah Batak.
Setelah penangkapan, terjadilah komunikasi yang tidak saling memahami. Raja
Panggalamei, membunuh Munson dan Lyman.
Kedua versi tersebut tentu saja masih membutuhkan
penelitian yang lebih rinci agar Sejarah Batak dapat didudukkan pada porsi yang
sebenarnya. Bonnet sendiri, seusai menerima kisah Jan, menyimpulkan bahwa
Munson dan Lyman telah mati martir saat menjalankan misi suci di Lobu Pining
Adiankoting. Bagi orang Batak Kristen masa kini, kematian mereka adalah
pengorbanan besar dalam misi keagamaan terhadap Tanah Batak yang masyarakatnya
saat itu masih menganut sipelebegu. Masyarakat Batak Kristen mengenangnya
sebagai pendeta yang berjasa pada misi kekristenan di Tapanuli. Sebuah monumen
kini dibangun di tengah perladangan yang sepi di Lobu Pining, Kecamatan
Adiankoting, di mana tulang belulang mereka dikebumikan. Monumen itu sekitar 20
km dari Kota Tarutung ke arah Sibolga.
Sumber Buku:
Prof. Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Muslim di
Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Van Den End, Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar